Mulia Dengan Menjadi Muslimah Yang Taat Kepada Allah



Sesungguhnya nikmat Allah kepada kaum perempuan sangatlah besar. Allah menjadikan Islam sebagai sebab kebahagian, penjagaan, keutamaan, dan kehormatan seorang wanita. Islam juga melindungi wanita dari kerusakan dan kejelekan. Semua itu bertujuan agar jiwa dan raga wanita terjaga dari hal-hal yang membinasakan dan merendahkannya.
Sungguh Islam telah memuliakan wanita muslimah dengan semulia-mulianya penghormatan. Menjaga mereka dengan sebaik-baik penjagaan. Yang demikian agar wanita muslimah tetap dalam kehormatannya, terjaga dalam akhlak yang mulia, dan istiqomah dalam menjaga perintah Allah dan Rasul-Nya.
Sesungguhnya wanita muslimah pada zaman sekarang ini dihadapkan kejelekan dan konspirasi untuk menghancurkan dan merusak kemuliaan mereka. Merendahkan kehormatan dan merusak agama serta keimanan wanita muslimah. konspirasi dan kejelekan itu disebarkan melalui stasiun-stasiun televisi, majalah-majalah yang mengumbar aurat, dan menyibukkan mereka dengan mode-mode pakaian yang ketat menunjukkan lekuk-lekuk tubuh wanita. Hati para wanita pun diupayakan untuk kagum dan berusaha menyerupai wanita-wanita yang bukan dari kalangan muslimah. Wanita-wanita yang jalan di muka bumi tanpa keimanan, akhlak, dan adab mulia.

Nash-nash syariat menjelaskan bahwa fitnah (ujian) dari wanita dapat menimbulkan kerusakan dan bahaya yang besar. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari Usamah bin Zaid radhiallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً هِيَ أَضَرُّ عَلَى الرِّجَالِ مِنْ النِّسَاءِ
“Tidak ada fitnah yang aku tinggalkan setelahku yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada (fitnah) wanita.”
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Said al-Khudri radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ

“Waspadalah dengan dunia, begitu pula dengan godaan wanita. Karena cobaan yang menimpa Bani Israil pertama kalinya adalah karena sebab godaan wanita.”
Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتْ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
“Wanita adalah aurat. Apabila ia keluar, syaitan akan menghiasinya dari pandangan laki-laki.” (HR. Tirmidzi).
Yakni setan menjadikan wanita sebagai jalan untuk merealisasikan tujuan mereka dalam menyebarkan perbuatan keji dan tercela dengan cara menjadikan laki-laki tergoda. Apalagi ketika wanita itu keluar dengan berdandan dan berwangi-wangian agar orang-orang semakin memperhatikan mereka, maka yang demikian lebih bahaya lagi keadaannya.
Bagi siapa saja yang merenungi perjalanan sejarah kehidupan manusia, tentu mereka akan mengetahui bahwasanya di antara sebab terbesar yang merusak masyarakat dan mencemarkan akhlak adalah ketika para wanita tampil dengan membuka auratnya. Kemudian mereka bercampur baur dengan laki-laki. Berlebih-lebihan dalam berhias. Dan berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan umum dengan tampilan yang menggoda.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak diragukan lagi, campur baur antara laki-laki dan perempuan adalah sebab pokok terjadinya musibah dan kejelekan, datangnya bencana, dan rusaknya keadaan masyarakat. Campur baur antara laki-laki dan perempuan juga menjadi penyebab terjadinya banyak perbuatan keji dan zina”.
Islam mewajibkan wanita mengenakan hijab dan melarang mereka dari hal-hal yang telah kami sebutkan semata-mata hanya untuk menjaga wanita itu sendiri agar tidak direndahkan. Hanya untuk menjaga dan membimbing mereka agar tidak terjerumus ke dalam perbuatan yang keji. Dan agar mereka tidak terjerembab ke dalam kesalahan dan kerusakan.

Oleh karena itu, Islam mengajarkan para wanita agar mengenakan pakaian ketakwaan yang suci dan menjaga kehormatan. Allah Ta’ala berfirman,

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (QS. Al-Ahzab: 33).

Komentar